Laporan Praktikum
Dasar-Dasar Ilmu Tanah
PERCOBAAN PROFIL TANAH
Nama :
Sakti
Nim : G11112340
Kelompok :
VI (enam)
LABORATORIUM FISIKA TANAH
JURUSAN ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tanah adalah lapisan nisbi tipis
pada permukaan kulit.Pembentukan tanah dari bongkahan bumi mulai dari
proses-proses pemecahan atau penghancuran dimana bahan induk berkeping-keping
secara halus.
Fungsi utama tanah adalah sebagai
media tumbuh makhluk hidup. Proses pembentukan tanah dimulai dari hasil
pelapukan batuan induk (regolit) menjadi bahan induk tanah, diikuti oleh proses
pencampuran bahan organik yaitu sisa-sisa tumbuhan yang dilapuk oleh
mikroorganisme dengan bahan mineral dipermukaan tanah, pembentukan struktur
tanah, pemindahan bahan-bahan tanah dari bagian atas ke bagian bawah dan
berbagai proses lain, sehingga apabila kita menggali lubang pada tanah maka
akan terlihat lapisan-lapisan tanah yang berbeda sifat fisik, kimia, dan
biologinya, lapisan-lapisan inilah yang disebut dengan horizon tanah yang
terbentuk dari mineral anorganik akar. Susunan horizon tanah tersebut biasa
disebut Profil Tanah.
Dengan kata lain, Profil Tanah
merupakan suatu irisan melintang pada tubuh tanah yang menunjukkan susunan
horizon tanah, dimulai dari permukaan tanah sampai lapisan bahan induk
dibawahnya. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk selain dipengaruhi oleh
perbedaan bahan induk sebagai bahan pembentuknya, juga terbentuk karena
pengendapan yang berulang-ulang oleh genangan air.
Terdapatnya horizon-horizon pada
tanah-tanah yang memiliki perkembangan genetis menyugestikan bahwa beberapa
proses tertentu, umum terdapat dalam perkembangan Profil Tanah.
Berdasarkan uraian di atas maka
dilakukan pengamatan Profil Tanah dalam langkah awal penelitian dan pengamatan
terhadap tanah.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan praktikum profil tanah ini adalah untuk mengetahui pencandraan bentang lahan ( morfologi lahan
), mengetahui profil tanah ( morfologi
tanah ), mengetahui
sifat-sifat fisika tanah, dan mengetahui
sifat-sifat kimia tanah.
Kegunaan praktikum profil tanah
ini adalah
sebagai bahan informasi dan merupakan bahan perbandingan antara materi kuliah
dan praktikum yang dilakukan di lapangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Profil
Tanah
Profil Tanah merupakan suatu irisan
melintang pada tubuh tanah dibuat dengan cara menggali lubang dengan ukuran
(panjang dan lebar) tertentu dan kedalaman yang tertentu pula sesuai dengan
keadaan keadaan tanah dan keperluan penelitian. Tekanan pori diukur relative
terhadap tekanan atmosfer dianamakan muka air tanah. Tanah yang diasumsikan
jenuh walaupun sebenarnya tidak demikian karena ada rongga-rongga udara (Hakim, 2007).
Horizon
Tanah adalah
tanah terdiri dari lapisan berbeda horisontal, pada lapisan yang disebut
horizons. Mereka mulai dari kaya, organik lapisan atas (humus dan tanah) ke
lapisan yang rocky (lapisan tanah sebelah bawah, dan regolith bedrock (Hanafiah, 2007).
Horizon dan lapisan terbagi atas horizon organik : horizon organik
dari tanah mineral, terbentuk pada bagian atas tanah mineral terdiri atas oleh bahan-bahan 30% jika berfrasi lempung.³organik segar/terurai sebagian 50%
Berkadar BO 20% jika berfraksi bukan lempung. Orison 1 : horizon organik yang sebagian
besar bagian-bagiannya masih jelas menampakkan bentukasli. Orison 2 : horizon organik yang sudah tidak
tersidik bentuk asli asalnya (Pairunan, 1985)
Horizon mineral yang terdiri atas: horizon pengumpulan b.o yang
terbentuk dekat permukaan, lap yang telah kehilangan lempung,
besi atau aluminium yang mengakibatkan pengumpulan kwarsa atau mineral, horizon yang dirajai (a) atau (b)
tapi memperlihatkan sifat ke horison B atau C dibawahnya (Buckman, 1992).
A1 : terbentuk/sedang terbentuk
pada/dekat muka tanah dengan penimbunan b.o. Terhumofikasi yang berhubungan
dengan fraksi mineralnya, A2 : berciri pokok hilangnya lempung, besi atau
aluminium sehingga terjadi pemekatan residuil kwarsa, A3 : horizon peralihan antara A dan
B dan dirajai oleh sifat-sifat khas A1dan A2 yang menumpanginya, tapi mempunyai
beberapa sifat tambahan dari horizon B di bawahnya. AB : peralihan antara A dan
B, yang bagian atas berciri utama sifat-sifat A, dan bagian bawah seperti
horizon B. Biasanya karena terlalu tipis, bila tebal harus dipisahkan. keduanya tidak bisa dipisahkan
menjadi A3 dan B1(Hakim, 2007).
Menurut (Hanafiah, 2007), berdasarkan pembentukannya,
bebatuan ini dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu:
1. Batuan beku
(igneous rock) yang merupakan bebatuan yang terbentuk dari proses solidifikasi (pembekuan) magma cair. Apabila proses
pembentukannya terjadi jauh dibawah tanah, maka bebatuan yang terbentuk disebut
plutonik (batuan dalam), disebut intrusi (batuan gang) jika pembekuannya
terjadi didalam liang-liang menuju permukaan tanah, dan disebut ekstrusi
(batuan vulkanik atau lelehan) jika pembekuannya terjadi dipermukaan tanah.
2. Batuan sedimen
(sedimentary rock) merupakan bebatuan yang terbentuk dari proses konsolidassi
(pemadatan) endapan-endapan partikel yang terbawa oleh angina atau air dibawah
permukaan bumi.
3.
Batuan peralihan (metamorf) yang merupakan batuan beku atau batuan sedimen yang
telah mengalami transformasi (perubahan rupa) akibat adanya pengaruh perubahan
suhu, tekanan, cairan atau gas aktif.
Horizon O adalah lapisan teratas
yang hampir seluruhnya mengandung bahan organik.Tumbuhan daratan dan jatuhan
dedaunan termasuk pada horizon ini.Juga humus. Humus dari horizon O bercampur
dengan mineral lapuk untuk membentuk horizon A, soil berwarna gelap yang kaya
akan bahan organik dan aktivitas biologis, tumbuhan ataupun hewan. Dua horizon
teratas ini sering disebut topsoil (Hanafiah, 2007).
Asam organik dan CO2 yang
diproduksi oleh tumbuhan yang membusuk pada topsoil meresap ke bawah ke horizon
E, atau zona pencucian, dan membantu melarutkan mineral seperti besi dan
kalsium. Pergerakan air ke bawah pada horizon E membawa serta mineral terlarut,
juga mineral lempung berukuran halus, ke lapisan di bawahnya.Pencucian (atau
eluviasi) mineral lempung dan terlarut ini dapat membuat horizon ini berwarna
pucat seperti pasir (Hakim, 2007).
Material yang tercuci ke bawah ini
berkumpul pada horizon B, atau zona akumulasi.Lapisan ini kadang agak melempung
dan berwarna merah/coklat karat akibat kandungan hematit dan limonitnya. Kalsit
juga dapat terkumpul di horizon B. Horizon ini sering disebut subsoil. Pada
horizon B, material Bumi yang masih keras (hardpan), dapat terbentuk pada
daerah dengan iklim basah di mana mineral lepung, silika dan oksida besi
terakumulasi akibat pencucian dari horizon E. Lapisan hardpan ini sangat sulit
untuk digali/dibor. Akar tumbuhan akan tumbuh secara lateral di atasnya dan
bukannya menembus lapisan ini; pohon-pohon berakar dangkal ini biasanya
terlepas dari akarnya oleh angin (Pairunan, 1985).
Horizon C ialah material batuan asal
yang belum seluruhnya lapuk yang berada di bawah horizon B. Material batuan
asal ini menjadi subjek pelapukan mekanis maupun kimiawi dari frost action,
akar tumbuhan, asam organik, dan agen lainnya. Horizon C merupakan transisi
dari batuan asal (sedimen) di bawahnya dan soil yang berkembang di atasnya
(Buckman, 1992).
Contoh Tanah adalah suatu volume
massa tanah yang diambil dari suatu bagian tubuh tanah (horison/lapisan/solum)
dengan cara-cara tertentu disesuaikan dengan sifat-sifat yang akan diteliti
secara lebih detail di laboratorium. Pengambilan contoh tanah dapat dilakukan
dengan teknik dasar yaitu pengambilan contoh tanah secara utuh dan pengambilan contoh
tanah secara tidak utuh (Anonim1, 2011).
Menurut (Hanafiah, 2007), untuk penetapan sifat-sifat
fisika tanah ada 3 macam pengambilan contoh tanah yaitu:
1.
Contoh tanah tidak terusik (undisturbed soil sample) yang
diperlukan untuk analisis penetapan berat isi atau berat volume (bulk density),
tagihan ukuran pori (pore size distribution) dan untuk permeabilitas
(konduktivitas jenuh).
2.
Contoh tanah dalam keadaan agregat tak terusik (undisturbed
soil aggregate) yang diperlukan untuk penetapan ukuran agregat dan derajad
kemantapan agregat (aggregate stability).
3.
Contoh tanah terusik (disturbed soil sample), yang
diperlukan untuk penetapan kadar lengas, tekstur, tetapan Atterberg, kenaikan
kapiler, sudut singgung, kadar lengas kritik, Indeks patahan (Modulus of
Rupture:MOR), konduktivitas hidroulik tak jenuh, luas permukaan (specific
surface), erodibilitas (sifat ketererosian) tanah menggunakan hujan tiruan.
Secara umum, analisis contoh tanah
menurut (Hanafiah, 2007) bertujuan untuk:
a.
Menentukan sifat fisik dan kimia tanah (status unsur hara tanah).
b.
Mengetahui lebih dini adanya unsur-unsur beracun tanah.
2.2 Faktor- faktor yang mempengaruhi
pembentukan soil
2.2.1. Kemiringan
Daerah dengan kemiringan terjal akan
mengandung sedikit soil atau tidak sama sekali, Hal ini disebabkan oleh
gravitasi yang membuat air dan partikel soil bergerak ke bawah. Vegetasi akan
jarang sehingga akan sedikit akar tanaman yang menyentuh batuan lapuk dan akan
sangat jarang bahan organik yang menyediakan nutrien. Kontras dengan yang tadi,
daerah bottomland akan sangat tebal, namun drainasenya kurang baik dan soil
akan jenuh air (Brady, 1982).
2.2.2 Material Asal
Material asal adalah sumber dari
mineral lapuk yang membentuk hampir seluruh soil. Soil yang berasal dari granit
lapuk akan menjadi pasiran karena partikel kuarsa dan feldspar yang terlepas
dari granit. Setelah butiran feldspar lapuk, mineral lempung berukuran halus
akan terbentuk. Soil yang terbentuk akan memiliki variasi ukuran butir yang
sangat baik untuk drainase dan kemampuan menahan air (Hendry D, 1994)
Pembentukan soil dari basalt tidak
akan menjadi pasiran, bahkan saat tahap awal pembentukannya. Jika pelapukan
kimiawi lebih prevalent dari pada mekanis, butiran feldspar yang lapuk akan
langsung menjadi mineral lempung halus. Karena batuan asal tidak mengandung
butiran kasardan kuarsa, soil yang terbentuk akan kekurangan pasir. Soil
seperti ini tidak akan terdrainase dengan baik, walau bisa saja tetap subur (Buckman, 1982).
2.2.3.Organisme Hidup
Fungsi utama organisme hidup adalah
untuk menyediakan bahan organik bagi soil. Humus akan menyediakan nutrien dan
membantu menahan air. Tumbuhan membusuk akan melepaskan asam organik yang
meningkatkan pelapukan kimiawi. Hewan penggali seperti semut, cacing, dan tikus
membawa partikel soil ke permukaan dan mencampur bahan organik dengan mineral (Foth, 1994)
Lubang-lubang yang dibuat akan
membantu sirkulasi air dan udara, meningkatkan pelapukan kimiawi dan
mempercepat pembentukan soil. Mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan
protozoa membantu proses pembusukan bahan organik menjadi humus (Hardjowigeno, 2003)
2.2.4. Waktu
Karakter soil berubah seiring
berjalannya waktu.Soil yang masih muda masih mencerminkan struktur material
asalnya. Soil yang sudah dewasa akan lebih tebal. Pada daerah volkanik aktif,
rentang waktu antarerupsi dapat ditentukan dengan meneliti ketebalan soil yang terbentuk
pada masing-masing aliran ekstrusif.Soil yang telah terkubur dalam-dalam oleh
aliran lava, debu vulkanik, endapan glasial, atau sedimen lainnya disebut
paleosol.Soil seperti ini dapat dilacak secara regional dan dapat mengandung
fosil.Maka dari itu, soil ini sangat berguna untuk dating batuan dan sedimen,
serta untuk menginterpretasi iklim dan topografi lampau (Sarwono,
2003).
2.2.5. Iklim
Iklim barangkali merupakan faktor
terpenting yang menentukan ketebalan dan karakter soil. Material asal pada
topografi yang sama dapat terbentuki menjadi soil yang berbeda jika iklimnya
berbeda. Temperatur dan curah hujan menentukan pelapukan kimiawi atau
mekaniskah yang paling dominan, dan akan berpengaruh kepada laju dan kedalaman
pelapukan. Iklim juga menentukan jenis organisme yang dapat hidup di soil
tersebut (Munir, 1996)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1
Letak Administrasi
Untuk letak administrasi pada pengambilan sampel profil tanah di
Perkebunan Warga di desa Pangembang
Kecamatan Polongbangkeng, Kabupaten takalar, sulawesi selatan yaitu :
- Sebelah Timur : Berbatasan Pemukiman
- Sebelah Utara :
Berbatasan Sungai Musiman
- Sebelah Barat : Berbatasan Sungai Musiman
- Sebelah Selatan : Berbatasan Sungai Musiman
Bentuk
wilayahnya datar, persen lerengan 0-3%, vegetasi yang terdapat yaitu rumput,
kakao, mangga, bambu, nangka, dan kelapa. Kualitas tidak produktif dan
kuantitas tidak rapat, jumlah pohon dalam satu luasan yaitu 4 pohon dalam
luasan 5 m x 5 m dengan jarak tanam 2 m x 2 m. Bahan Induk yaitu bahan
vulkaniik dengan kedalaman solum 108 cm dan kedalaman perakaran yang epektif 20
cm.
3.2 Tempat dan Waktu Pengamatan
Praktikum Profil Tanah tersebut
dilakukan di Perkebunan Warga di desa Pangembang kecamatan
Polongbangkeng kabupaten takalar propinsi sulawesi selatan pada hari sabtu tanggal 20 Oktober 2012 sekitar pukul 10.00 – selesai.
3.3 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam
prraktikum profil tanah ini adalah cangkul, linggis, cutter/pisau,
meteran, ring sampel, papan, sekop, dan Daftar Isian
Profil (DIP).
Bahan yang
digunakan dalam praktikum profil tanah ini adalah kantong
plastik gula,spidol, dan kertas label.
3.4 Metode Pelaksanaan
Adapun metode
pelaksanaan pada praktikum profil tanah ini adalah :
3.4.1.
Penggalian Profil Tanah
a. Membuat lubang
penampang harus besar, agar orang dapat mudah duduk atau berdiri di dalamnya
agar pemeriksaan berjalan lancar.
b. Mengukur
penampang 1,5 m x 1 m sampai bahan induk dan pemeriksaan di sisi lubang
penampang ruang mendapat sinar matahari.
c.
Tanah bekas
galian jangan ditumpuk di atas sisi penampang pemeriksaan.
d. Penampang
pewakil adalah tanah yang belum mendapat gangguan, misalnya timbunan serta jauh
dari pemukiman.
e. Jika berair,
maka air yang berada dalam penampang harus dikeluarkan sebelum pengamatan.
f. Melakukan
pengamatan pada sinar matahari cukup (tidak terlalu pagi atau sore).
3.4.2.
Cara Pengambilan Sampel Tanah Utuh
a. Meratakan dan
membersihkan lapisan yang akan diambil, kemudian meletakan ring sampel tegak
lurus (bagian runcing menghadap ke bawah) pada lapisan tanah tersebut.
b. Menekan ring
sampel sampai bagiannya masuk ke dalam tanah.
c. Menggali ring
sampel beserta tanah di dalamnya dengan skop atau linggis atau parang.
d. kemudian
potonglah kelebihan tanah yang ada pada permukaan dan bawah ring sampel sampai
permukaan rata dengan permukaan ring sampel.
e. Menutup ring
sampel dengan plastik, lalu simpan dalam kotak khusus yang sudah disediakan.
3.4.3. Cara
Pengambilan Sampel Tanah Terganggu
a. Ambillah tanah
dengan sendok tanah atau pisau sesuai dengan lapisan yang akan diambil,
mulailah dengan lapisan paling bawah.
b. Masukkan dalam
kantong plastk yang telah di beri label.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh di lapangan pada praktikum profil tanah ini dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 1: Hasil Pengamatan Profil Tanah di Wilayah Takalar
Parameter
Pengamatan
|
Lapisan
|
||
I
|
II
|
III
|
|
Kedalaman Lapisan (cm)
|
30 cm
|
28 cm
|
47 cm
|
Batasan Lapisan
|
Baur
|
Baur
|
Baur
|
Topografi Batas Lapisan
|
Tidak Teratur
|
Tidak Teratur
|
Tidak Teratur
|
Warna (Munsell)
|
|||
Tekstur
|
Pasir
|
Liat
|
Liat
|
Sruktur
|
Sedang
|
Halus
|
Halus
|
Konsistensi
|
Teguh
|
Lepas
|
Gembur
|
Karatan
|
Fe Mn
|
Mn
|
Mg Mn
|
Sumber : Data Primer Setelah diola 2012
4.2 Pembahasan
4.2.1
Kedalaman lapisan
Lapisan
I memiliki kedalaman 30 cm, lapisan II memiliki kedalamn 28 cm, lapisan III
meiliki kedalaman 47 cm. Perbedaaan lapisan-lapisan ini merupakan salah satu
sifat fisik tanah yang terdiri dari lapisan-lapisan atau horison. Batas suatu
horison dengan horison lainnya dalam suatu profil tanah dapat terlihat jelas
atau baur. Dalam pengamatan tanah di lapang ketajaman peralihan horison ini
dibedakan ke dalam beberapa tingkatan yaitu nyata lebar peralihan kurang dari
2,5 cm, jelas lebar peralihan 2,5 - 6,5 cm, berangsur lebar peralihan 6,5 –
12,5 cm dan baur lebar peralihan lebih dari 12,5 cm (Pairunan, 1983).
4.2.2 Topografi batas
lapisan
Batas-batas
horison dapat rata, berombak, tidak teratur atau terputus. Dari hasil
pengamatan didapatkan lapisan I, II, dan III memiliki topografi yang tidak
teratur. Hal ini disebabkan karena tempat pengamatan merupakan lahan pertanian
yang tentu sering diolah sehingga lapisan-lapisan atau horisonnya saling
bercampur dan menyebabkan topografi batas lapisannya tidak teratur (Buckman, 1982).
4.2.3 Tekstur
Dari
hasil pengamatan, lapisan I memilki tekstur pasir denga ciri-ciri rasa kasar
sangat jelas, tidak melekat, tidak dapat dibentuk bola dan gulungan. Hal ini
disebabkan karena lapisan I mendapat air hujan secara langsung sehingga
partikel liat yang bersifat lengket menyerap kedalam tanah atau dapat pula
terkikis dari permukaan. Lapisan II dan
III bertekstur liat berpasir dengan ciri-ciri rasa halus, berat, tetapi terasa
sedikti kasar, melekat, dan dapt dibentuk bola teguh (Hanafiah, 2007)
Tanah
terdiri dari butir-butir tanah berbagai ukuran. Tekstur tanah menunjukkan kasar
halusnya tanah dari fraksi tanah halus (<2mm). Berdasar atas perbandingan
banyaknya butir-butir pasir, debu dan liat amaka tanah dikelompokkan kedalam beberapa
macam kealas tekstur (Hardjowigeno, 2007).
4.2.4 Struktur
Dari hasil pengamatan, lapisan I,
II dan III berturut-turut berstruktur sedang, halus dan halus. Semakin kebawah
semakin halus disebabkan karena bagian tanah dalam menjadi tempat fraksi liat
dan debu yang turun dari permukaan.
Struktur tanah merupakan gumpalan
kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur ini terjadi karena butir pasir,
debu, liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik
oksida-oksida besi dan lain-lain. Tingkat perkembangan struktur ditentukan
berdasarkan atas kemantapan atau ketahanan bentuk struktur tanah tersebut
terhadap tekanan (Brady, 1982)
4.2.5
Konsistensi
Konsistensi
tanah menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah atau daya adhesi
butir-butir tanah dengan benda-benda lain. Berdasarkan hasil pengamatan,
lapisan I memiliki konsistensi kering (teguh) karena sulit di cangkul.
Sedangkan lapisan I dan II lembab(lepas dan gembur). Hal ini sesuai dengan
pendapat dalam keadaan lembab atau kering konsistensi tanah ditentukan dengan
meremas segumpal tanah. Bila gumpalan tersebut mudah hancur, maka tanah
dikatakan berkonsistensi gembur bila lembab atau lunak bila kering. Bila
gumpalan tanah sukar hancur dengan remasan tersebut tanah dikatakan
berkonsistensi teguh (lembab) atau keras (Sarwono, 2007)
4.2.6
Karatan
Karatan merupakan hasil pelapukan
batuan tanah yang di pengaruhi oleh adhesi dan kohesi. Karatan berwarna hitam
mengandung banyak mangan (Mn), berwarna kuning mengandung banyak (Mg) sedangkan
berwarna merah mengandung besi (Fe). Dari hasil pengamatan, lapisan I memiliki
Fe dan Mn karena terdapat warna merah dan hitam, lapisan II memiliki Mn karena
terdapat warna hitam dan lapisan III memilki Mg dan Mn karena warnanya yang
kuning dan hitam (Foth, 1994).
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum profil tanah
ini adalah yaitu :
a)
Kedalaman pada setiap lapiasan tanah adalah
berbeda beda
b)
Setiap lapisan tanah memiliki batas
lapisan yaitu baur
c)
Tofografi setiap batas lapisan adalah
tidak teratur
d)
Tekstur pada setiap lapisan secara
berurut yaitu pasir, liat dan liat
e)
Struktur pada setiap lapisan secara
berurut yaitu sedang, halus dan halus
f)
Konsistensi pada setiap lapisan secara
berurut yaitu teguh, lepas dan gembur
g)
Setiap lapisan tanah memiliki karatan
yaitu pada pada lapisan I Fe dan Mn, pada lapisan II Mn serta pada lapisan III
yaitu Mg dan mn.
5.2 Saran
Saran saya untuk praktikum selanjutnya
supaya waktu yang ditentukan untuk berangkat ke lokasi praktik tidak di undur
apalagi yang lokasi praktikumnya berada di tempat yang lumayang jauh serta alat
yang digunakan seperti Ring Sampel hendaknya secara kualitas memenuhi Standar
Operasional Prosedur praktikum sehingga praktikum dapat berlangsung dengan
efektif dan efisien.
DAFTAR FUSTAKA
Buckman dan
Brady, 1982. Ilmu Tanah. Bharata Karya Aksara, Jakarta
Foth, Hendry D., 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Erlangga, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta
Hanafiah.,
K., A. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah.
Rajawali Persada: Jakarta.
Hakim N, M. Y Nyakpa, A.M Lubis, S. G Nugroho, M. A
Diha, G. B Hong, H. HBailey, 1986. Dasar-Dasart Ilmu Tanah, Universitas
Lampung, Lampung
Hardjowigeno, H. Sarwono., 2003. Klasifikasi Tanah dan
Pedogenesis. Akademika Pressindo, Jakarta
Munir, 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka
Jaya, Jakarta
Pairunan, A. K. Y. Nanere, J. L. Arifin. S. S. R,
Tangkai Sari, R. Lalopus, J. RIbrahim, B. Dan
Asamadih, 1997, Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Badan KerjasamaPerguruan
Tinggi Negeri Indonesia Timur
BAGUS BRO... :D
BalasHapus